CATATAN: Tulisan ini karya seorang penelisik bahasa, Suhatri Ilyas, disebarluaskan pertama kali oleh Suara Karya (Sabtu, 22/08/2009) di Rubrik Bahasa dan Kita. Saya muat di blog ini dalam rangka Bulan Bahasa, Oktober 2009.
DICERAI, PENULISAN KATA DEPAN DI
Oleh Suhatri Ilyas
Aneh bin ajaib, masih ada yang belum bisa membedakan antara di sebagai kata depan (preposisi) dan di sebagai imbuhan (prefik), terutama dalam penulisannya. Aneh bin ajaib, karena yang tidak bisa membedakan itu termasuk wartawan, orang yang menggunakan bahasa sebagai alat dalam melakukan pekerjaannya. Ini ibarat petani yang tidak mengenal cangkul.
Lagi-lagi kasus ini ditemukan pada media (biasanya koran dan tabloid) yang tidak memiliki bagian bahasa (copi editor). Namun, tak tertutup ini juga terdapat pada koran yang sudah ada copi editor-nya. Entahlah, kenapa.
Perhatikan contoh yang diambil dari koran terkenal di Jakarta berikut: (1) Perampokan itu melibatkan orang dalam, diantaranya staf sekuriti. (2) Ketiga demonstran telah di lepas aparat sore harinya. (3) Selanjutnya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dunia dewasa ini masih belum menentu, dimana secara tidak langsung telah memengaruhi usaha-usaha pemerintah.
Mari kita bahas satu per satu kasus penggunaan di dalam kalimat contoh yang sepenuhnya diambilkan dari media (koran) ini. Kata di pada contoh (1) tak ada penafsiran lain selain kata depan (preposisi). Ini karena kata yang mendampinginya (kata yang mengikutinya) adalah antara, yaitu kata yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, di itu mengandung pengertian yang langsung menunjuk tempat, yaitu antara. Maka, ia mesti ditulis terpisah.
Salah satu identitas di sebagai kata depan adalah artinya menunjuk pada tempat, seperti pada contoh tersebut, atau pada kutipan-kutipan berikut: di pasar, di dalam, di sini, di Jakarta.. Jelas sekali ini berbeda dengan identitas di lain, yakni sebagai pembentuk kata kerja, yang menunjukkan arti sebagai "perbuatan", "pekerjaan", atau yang lain-lain. Bandingkanlah contoh ini dengan contoh-contoh berikut: dibuat, dilanjutkan, dilempar, atau dijunjung. Dengan penjelasan ini sebenarnya sudah dapat diketahui kesalahan pada contoh (2), yakni Ketiga demonstran telah di lepas aparat sore harinya, yakni penulisan di lepas, yang membentuk kata kerja, harusnya ditulis disambung, yaitu dilepas.
Ini karena dalam EYD disebutkan bahwa kata depan, baik di maupun ke, ditulis terpisah atau tercerai dari kata yang ada di sekitarnya. Ini berbeda dengan imbuhan di- dan ke-. Sebagai imbuhan, satuan tata bahasa ini membentuk kata bersama kata dasar yang dilekatinya sehingga ia harus merapat atau ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Dari berbagai kasus kesalahan penulisan kata depan ini, penulis berkesimpulan ada dua penyebabnya. Yang pertama memang karena tidak tahu penulisan “di” sebagai kata depan dan “di” sebagai imbuhan. Sedangkan yang kedua, ini terjadi karena "selebor" saja. Dia tahu, tapi tidak peduli. Toh, tak ada bedanya, demikian mereka berkata seenaknya.
Sebenarnya kasus ini sungguh sangat sederhana, dan kalau masih ada yang salah, apalagi pada wartawan, itu sungguh menyedihkan. Pertama, menyedihkan karena sebagai wartawan, yang mencari nafkah dari penggunaan bahasa, ia justru belum memahami bahasa.
Orang seperti ini tulisan-tulisan yang ia buat cenderung "jorok". Sedangkan yang kedua, orang ini ibarat mengotori sendiri air yang dia gunakan untuk mandi. Betapa tidak, ia tahu, tetapi tak mau membuat yang terbaik.
Untuk contoh yang ketiga (3), yakni Selanjutnya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dunia dewasa ini masih belum menentu, dimana secara tidak langsung telah memengaruhi usaha-usaha pemerintah, ada masalah di sini. Dari arti kata yang membentuknya jelas bahwa “di” di sini adalah kata depan, yang harusnya ditulis terpisah, karena artinya di (mana) menunjuk pada suatu tempat (interogatif). Namun, ada fungsi dalam konstruksi ini sebagai kata sambung (konjungsi), yang bukan menunjuk arti pada tempat, yang merupakan terjemahan dari konjungsi kata bahasa Inggris "which". Oleh karena itu, ada yang beranggapan penulisan “di” di sini digabung (disambung) dengan mana. Sayangnya, sejauh ini belum ada pembahasan lengkap tentang kata ini (kalau sudah ada, dimohonkan perkenaan Anda untuk diinformasikan).
Namun, hemat penulis, mengacu pada EYD dan filosofi penulisan ejaan bahasa Indonesia, seyogianya dimana itu (kalau dipakai, karena konstruksi di mana sebagai kata sambung dalam bahasa Indonesia yang baik sebaiknya tidak digunakan, lihat tulisan terdahulu) tetap ditulis terpisah, dicerai. Jadi, ya di mana.
@ Penulis adalah penelisik bahasa media massa
Semangat pagi....
BalasHapusSaya juga sedang menyusun PTK tentang kata depan dan huruf kapital...
Saya calon guru SD, doakan penelitian saya berhasil dan mendapatkan solusi terbaik untuk penerus bangsa ini dalam penggunaan EYD yang tepat terkhusus kata depan dan huruf kapital...
hidup EYD :D
BalasHapusbagus sekali informasinya, trima kasih...
BalasHapusbagus sekali,,,bisa gak d bahas beberapa kata depan yg lain spt kata depan ke, pada, dari ato yg lainnya?supaya menjadi panduan ketika melakukan penelitian dalam sebuah tajuk rencana,,,trimakasih,,,
BalasHapus