CATATAN: Tulisan ini karya seorang munsyi, Jos Daniel Parera, disebarluaskan pertama kali oleh Kompas (Jumat, 18/04/2008) di Rubrik Bahasa, halaman 15. Saya muat di blog ini dalam rangka Bulan Bahasa, Oktober 2009.
ALIRAN DAN AJARAN
KATA aliran diturunkan dari alir, mengalir, seperti dalam sebari lagu “Bengawan Solo”: air mengalir sampai jauh. Apa makna aliran? Saya mencarinya dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia WJS Poerwadarminta (1999), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Pusat Bahasa, dan pada dasarnya bermakna ‘bergerak maju tentang air, hawa, udara, barang cair’.
Kalau saya berguru kepada kamus, saya akan mengalami kesulitan dalam memahami aliran dana, aliran sesat, dan beberapa aliran lain. Filsuf Ludwig Wittgenstein mengatakan, “jangan bertanya tentang makna sebuah kata, tetapi tanyakan pemakaiannya”. Nah, pertanyaan ini membantu karena pengalaman kita dalam bahasa Indonesia, makna kata dapat berkeliling bergantung pada siapa pemakainya, dalam konteks apa, dan kapan serta di mana dipakai.
Saya mencatat, aliran yang terakhir adalah aliran sesat. Ketika orang ramai-ramai dengan aliran sesat, muncul aliran dana BI dan BLBI. Yang sudah lama ada tentulah aliran kepercayaan.
Aliran sungai patut diwaspadai karena ia dapat beralih menjadi banjir. Aliran listrik dapat berhenti alias mati listrik, tetapi aliran listrik pun dapat menciptakan kebakaran. Aliran dana dapat mengakibatkan korupsi hingga koruptor berhadapan dengan kejaksaan, kepolisian, atau KPK dan Tipikor. Aliran darah dapat bikin stroke atau pingsan. Aliran-aliran ini tidak menuju ke tempat yang semestinya dan menghasilkan malapetaka. Jadi, aliran-aliran itu tergolong aliran sesat tingkat pertama.
Aliran berikut tidak berhubungan dengan aliran sesat tingkat pertama. Aliran yang kedua berhubungan dengan pandangan, sikap, haluan. Ke dalam aliran ini dimasukkan aliran kepercayaan, aliran politik, aliran filsafat. Agar aliran dalam pengertian kedua ini tidak mengalir ke kesesatan, maka aliran ini sebaiknya disebut ajaran.
Sistem politik Indonesia pada masa lalu dalam pengamatan Herbert Feith (1930-2001), Indonesianis terkemuka yang masyhur dengan bukunya The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, didasarkan pada aliran. Muncullah istilah politik aliran.
Pada mulanya, mazhab berhubungan dengan hukum dalam agama. Namun, seperti telah dicatat, pemakaian mazhab sudah diperluas ke bidang-bidang yang tidak berhubungan dengan agama, misalnya bidang politik, ekonomi, hukum, dan bidang ilmu pengetahuan yang lain. Dalam bidang ekonomi di Indonesia kita kenal mazhab Widjojo.
Akhir-akhir ini kita perlu mencermati penggunaan makna aliran sebab ia bisa sesat secara teknis dan sesat secara ideologis. Aliran yang bersifat ideologis dikatakan ajaran. Jadi, jika ajaran itu sesat, maka yang sesat adalah ajarannya. Yang perlu dijaga ialah jangan sampai mazhab dan ajaran yang muncul dianggap sesat lagi.
Apakah kita mau memilih aliran, ajaran, atau mazhab? Terserah! Yang harus dijaga adalah pilihan itu tidak mendapat atribut sesat.
JOS DANIEL PARERA, Munsyi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar