Kamis, 31 Maret 2011

Program yang Ditawarkan Gerakan #Koinsastra

Apa yang bisa dilakukan jika gerakan hanya mengumpulkan recehan belaka?

Seperti telah saya tuturkan di hashtag #koinsastra, gerakan pengumpulan koin hanyalah simbol belaka. Ada hajat lain yang hendak disalurkan, di antaranya bagaimana merancang kegiatan yang semua anak bangsa atau komponen bangsa bisa ikut memberikan andil. Sebagai simbol, tentu saja jika ada pihak yang berkenan menyumbangkan Rp 100.000,- misalnya, tetap bisa disalurkan. Begitupun dengan rakyat jelata yang hanya punya Rp 500,- atau Rp 1.000,- tetap bisa ikut berpartisipasi. Jadi, konsepnya bukanlah uangnya, melainkan bagaimana gerakan ini bisa menjadi perwujudan kecintaan anak bangsa terhadap kelestarian dan keberlangsungan peradaban bangsa.

Bagaimana jika Pemerintah atau unsur terkait merasa tersindir atau dipermalukan?

Loh, kok menyerempet Pemerintah? Hahaha. Alangkah naif jika Pemerintah tersinggung karena gerakan ini. Kenapa? #koinsastra adalah penyaluran cinta rakyat. Apa bisa cinta yang hendak disalurkan itu dipampatkan? Nah, Pemerintah malah patut merayakan keberadaan Gerakan #koinsastra ini karena rakyat bergerak aktif dalam kampanye "mencerdaskan kehidupan bangsa" dan "menyelamatkan aset bangsa". Artinya, wilayah pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bersama telah berjalan dengan baik. Jadi, aneh saja jika Pemerintah kebakaran jenggot (membayangkan Pemerintah punya jenggot!).

Gerakan #koinsastra semata gerakan sporadis dalam waktu terbatas. Percuma, kan?


Tak ada cinta yang percuma. Gerakan #koinsastra tidak dirancang untuk tempo 1 atau 2 tahun saja. Kita membayangkan generasi 100 tahun ke depan. Bayangkan jika dokumen penting--semisal surat-surat para sastrawan--musnah saat ini, apa yang bisa diteliti, dibanggakan, dan disikapi oleh generasi nanti? Melalui gerakan ini, kita menawarkan program pemeliharaan dan pemutakhiran data. Dengan demikian, harapan kita, PDS HB Jassin selalu bernyawa dan bertumbuh.

Berapa lama jangka gerakan ini digalakkan dan berapa target yang hendak dicapai?

Ini salah satu keterbatasan ruang pikir kita. Sekali lagi, bukan seberapa banyak uang dikumpulkan, melainkan seberapa besar cinta dinyatakan. Logikanya, pemeliharaan dokumen bukanlah pekerjaan ringan yang semudah mematangkan makanan cepat saji. Pemeliharaan dokumen butuh banyak biaya dan tenaga yang ahli. Begitupun dengan fasilitas sarana yang lebih kondusif dan memadai, yang nyaman bagi pengunjung dan aman bagi laku pendokumentasian. Jadi, waktu dan jumlah hanyalah perantara, tujuan utamanya adalah memberikan wahana bagi seluruh komponen bangsa untuk membuktikan dan menyatakan cintanya.

Bagaimana dengan keberadaan lembaga atau organisasi tertentu?

Kami bersyukur jika geliat #koinsastra ini menginspirasi banyak pihak, baik perseorangan maupun kelembagaan. Tapi kami menolak keras upaya politisasi gerakan ini, atau memanfaatkan peristiwa ini semata untuk mendongkrak kepopuleran atau politik pencitraan. Jadikanlah PDS HB Jassin tetap sebagai milik seluruh komponen bangsa, jangan disekat dengan warna atau kepentingan yang sarat aroma politik.

Apa saja program yang ditawarkan oleh Gerakan #koinsastra?
Nah, ini pertanyaan yang paling saya tunggu. Kami menggelar #koinsastra--seperti tutur saya semula--bukan semata untuk mengumpulkan koin. Ada tawaran lain sebagai bukti cinta kami.

Pertama, Gerakan #koinsastra merancang kegiatan menggugah minat siswa SMP/SMA menjadikan PDS HB Jassin sebagai pusat #wisatasastra, konsepnya adalah 1 sekolah setiap bulan. Konkretnya, kita akan mengajukan penawaran kerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk merekomendasikan wisata sastra dalam kerangka pembelajaran Bahasa Indonesia. Relawan #koinsastra akan menggelar pertunjukan baca puisi, cerpen, lagu, atau tampilan lain yang membuat kunjungan itu lebih berkesan dan menyenangkan. Tawaran ini melintas guna mengantisipasi "sepinya" PDS HB Jassin. Apalah arti dana berlimpah yang dikucurkan atau dokumen yang sedemikian banyak, jika tak banyak anak bangsa yang mengetahui keberadaannya?

Kedua, Gerakan #koinsastra menawarkan pada pihak Pengelola PDS HB Jassin untuk memberikan bantuan pendokumentasian, pendataan buku baru, ataupun pemindahan data ke komputer. Relawan kami terjunkan secara bergantian--dengan membawa perbekalan sendiri, seperti gunting, kertas, dan lem--untuk memindahkan tumpukan koran menjadi kliping baru sesuai pola atau cara yang kerap dilakukan di PDS HB Jassin. Bahkan jika dibutuhkan, relawan siap memindahkan data sastra secara menual--semisal mengetik ulang--jika data awal sudah sulit dipindai secara digital. Kami juga akan menghimbau para penulis dan praktisi perbukuan--fiksi dan nonfiksi--untuk aktif mengirimkan karyanya ke PDS HB Jassin, sehingga data di PDS HB Jassin selalu bertambah dan selaras dengan pergerakan zaman.

Ketiga, Gerakan #koinsastra akan meminta kesediaan komunitas pencinta sastra atau perbukuan atau kebudayaan untuk menjadikan PDS HB Jassin sebagai basis kegiatan. Tersedia ruangan yang terpisah dari ruang dokumen yang memungkinkan komunitas untuk beraktivitas. Dengan demikian, kecintaan tidaklah terhenti sebatas di sumbangan satu atau dua koin, tapi terus berkesinambungan.

Keempat, Gerakan #koinsastra menawarkan program digitalisasi data sehingga selain data fisik, dokumen yang ada tersimpan secara "aman" dan rapi dalam bentuk digital. Bukannya meramalkan atau mengharapkan, ini penting dalam rangka mengantisipasi kejadian alam tak terduga yang membahayakan kselamatan dokumen. Sebut contoh sederhana, dokumen yang kerap digandakan lewat mesin pemindai atau foto copy menimbulkan efek panas pada kertas, semakin sering semakin berbahaya. Lewat digitalisasi, pun bisa mempermudah akses masyarakat yang membutuhkan keberadaan dokumen di PDS HB Jassin tapi berada jauh dari Jakarta.

Kelima, Gerakan #koinsastra akan mengajak relawan untuk menerjemahkan beberapa karya penting ke berbagai bahasa asing, sehingga aset bangsa semakin mudah diapresiasi oleh penikmat atau peneliti dari luar. Bahkan jika bisa semua dokumen dialihbahasakan, sehingga "hajat luhur" Bapak HB Jassin menjadikan PDS HB Jassin "mendunia" bisa terwujud.

Bagaimana jika pihak Yayasan atau Pengelola PDS HB Jassin menolak tawaran Gerakan #koinsastra?
Meskipun kami tidak membayangkan atau mengharapkan penolakan, tapi segalanya kami serahkan kepada pihak Yayasan dan Pengelola PDS HB Jassin. Ibarat pencinta, kami hanya manawarkan segala yang kami miliki. Jika ternyata tawaran kami bertepuk sebelah tangan, lazimnya pernyataan cinta, itu hal yang lumrah. Namun, jikalau boleh dan diperkenankan berharap, kami sangat ingin pihak Yayasan dan Pengelola PDS HB Jassin berkenan menerima tawaran kami, baik sebahagian apalagi secara keseluruhan.

Salam takzim, Gerakan #koinsastra

Tim Penggagas (Putu Fajar Arcana, Khrisna Pabichara, Ahmad Makki, Indah Ariani, Intan AP, Zeventina Octaviani)
Tim Kecil Jakarta (Imam Ma'arif, Shinta Miranda, Bamby Cahyadi, Gemi Mohawk, Pringadi AS, Agustinus Abraham)
Semua pihak yang turut mendukung: #fiksimini, #kotakkatak, dan pihak lain yang tak tersebutkan.
Pihak daerah yang turut dan akan bergerak: Malang, Denpasar, Semarang, Palembang, Surabaya, Bandung, Balikpapan, Kendari, Bogor
Pihak Kampus yang turut aktif: Universitas Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Udayana Denpasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar