Selasa, 15 Februari 2011

Seorang Perempuan Bernama Rindu

Seorang Perempuan Bernama Rindu
kepada tumbal reformasi


Rindu terjengkang ke hulu petaka. Angin tunak menanak lukanya dan senyap mengeciap di kelopak matanya. Nestapa masa lalu mengepul ke segala arah. Kaki Rindu tersungkur di pucuk sunyi, gemetar menyangga rongga kenangan yang tak henti-hentinya menghitung kemalangan. Giginya gemeretak menahan laju ingatan yang berkali-kali memampang episode manakala dia digagahi Peristiwa dalam jumlah tak berhingga!

Dia terpelecat limbung ke jantung huru-hara. Kusam dinding merekam lengking jeritnya tepat ketika Peristiwa mengoyak kelaminnya, dan Pertiwi—yang tergugu di pojok perbedaan—hanya bisa mengelus dada menelan kecut amarah. Jari-jari Rindu yang letih mengelana selalu terhenti di penanggalan Merah, bagian semasa seorang perempuan belia—dengan darah beku di kelangkang—terkepung api!

Bogor, Mei 1998

1 komentar: