Minggu, 02 Januari 2011

[PUISI] Hujan Pemantik Kenangan

Hujan Pemantik Kenangan

Alangkah damai menari di sela-sela sulur kenangan menyeruput hujan dan mereguknya bersama asin air mata, membayangkan sepedih ini perasaan Sawerigading ketika Tenriabeng menetakkan luka di tiang layar perahunya. Baru dua minggu kamu lalai berkirim kabar, tapi rasanya sudah berbulan-bulan, bertahun-tahun. Aku belum siap berpisah secepat ini, benar-benar belum siap. Dan rinai, ya, rinai mulai membuka kitab
Kenangan. Betapa menggairahkan berenang-renang di kubangan kenangan, seperti bersenang-senang di telaga lengang. Tak ingin berhenti, bahkan hingga rembulan mulai mengirimkan cahayanya yang keperakan. Aku terus berharap akan datang satu malam saja—setelah sekian lama menjauh—anganku tak perlu bersusah-payah menjangkaumu. Malam ini, kamu ketuk pintu rinduku dan hujan merampungkan ingatan. Lihat, hujan dan malam mulai berkemas menutup riwayat
Pertemuan. Ah, pertemuan.
Pondok Indah, Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar