Rabu, 09 September 2009

ARTIKEL: Robohkan Penjara Mental

Catatan: Sebuah tulisan sederhana untuk sekadar mengukuhkan kembali "semangat" dan "gairah" hidup kita.


ROBOHKAN PENJARA MENTAL
Khrisna Pabichara

HAL TERBURUK yang paling sering kita lakukan adalah tidak percaya pada kemampuan diri sendiri. Padahal, logikanya, jika kita saja tidak percaya diri sendiri, lantas siapa yang bisa memercayai bakat atau talenta yang kita miliki?

Apalagi jika kita sedang dalam kondisi tertekan, tanpa sengaja kita membelenggu diri sendiri dan memenjara keyakinan diri. Meragukan diri sendiri. Bahkan, ada yang cenderung menghakimi diri sendiri dengan cap pecundang atau si bodoh seperti katak di bawah tempurung.

Pada saat Anda merasa kaya dan sukses, kemampuan berpikir Anda akan berbeda sekali dengan ketika Anda merasa miskin dan gagal. Ketika Anda baru diterima bekerja pada sebuah perusahaan, perasaan Anda akan sangat berbeda dengan ketika Anda di PHK atau diberhentikan. Begitu pula, pada saat Anda merasa depresi dan sangat tertekan, imajinasi dan ide Anda akan berbeda sekali dengan ketika Anda sedang gembira dan sangat bahagia.

Jadi, intinya, kita sendiri yang menciptakan kondisi mental kita. Al-Gazhali berpesan, "Kita menjadi seperti apa yang kita yakini."

Ya, jika kita merasa sebagai seorang pecundang, jangan harap kita akan bisa menjadi pemenang, karena perilaku dan usaha kita adalah perilaku dan usaha pecundang. Para ilmuwan telah membuktikan bahwa respons fisiologis dapat diubah dengan sengaja. Artinya, jika kita bisa memilih menjadi lebih baik, mengapa harus memilih menjadi lebih buruk?

Ada dua prinsip kuat, meminjam istilah Prescott Lecky, yang dapat mengubah kepercayaan dan mengatasi ketakutan, hal yang hampir menimpa semua orang.

Pertama, keyakinan bahwa kita mampu mengerjakan tanggung jawab kita sehingga kita cukup mampu menunjukkan kemandirian kita. Dan, kedua, keyakinan bahwa ada sesuatu dalam diri kita yang membuat kita sejajar dengan orang lain dalam hal bakat dan kemampuan, dan bahwa kita tidak semestinya meremehkan diri sendiri atau membiarkan diri kita merasa terhina.

Ada beberapa contoh penjara mental yang sering kita bangun sendiri. Semisal:

“Saya terlanjur kecewa, tidak mungkin berubah lagi...”
“Menunggu itu pekerjaan yang paling membosankan...”
“Hanya ada satu cara...”
“Saya tidak akan mencoba lagi, sudah gagal satu kali...”
“Masalah ini sangat berat, tidak ada solusi yang tepat...”
“Saya merasa tidak nyaman dengan si B...”
“Ini bukan kesalahan saya, ini rekayasa, sabotase...”


Sesuatu yang kita pikirkan, katakan atau lakukan, sangat memengaruhi kondisi mental kita. Sekarang, bagaimana jika kita merobohkan penjara mental tadi, dengan menanamkan tekad yang teguh dalam hati.

Coba kita ubah kalimat negatif dalam mental kita.

“Saya dapat pulih dengan cepat sesudah merasa kecewa.”
“Jika memang harus menunggu, saya akan melakukannya dengan sabar...”
“Selalu ada cara lain untuk melakukan hal yang sama...”
“Kegagalan itu terjadi karena ada proses yang tidak tepat, maka saya akan melakukannya lagi dengan membenahi kekurangan itu...”
“Semua masalah selalu bisa dipecahkan...”
“Banyak hal yang bisa saya pelajari dari si B...”
“Ada beberapa hal yang belum optimal, segera saya perbaiki...”


Hubungan antara kecerdasan hati dengan kemampuan berpikir mirip dengan hubungan antara mobil dengan pengendaranya. Seorang pengendara andal, bisa jadi, tidak bisa berbuat apa-apa, jika mobil yang dikendalikannya “tidak hebat”. Sebaliknya, sebuah mobil hebat pun tidak berguna sama sekali, jika pengendaranya tidak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik.

Kecerdasan hati, ibarat seorang sopir, adalah pengendali. Keterampilan berpikir, laksana sebuah mobil, adalah potensi. Keduanya laksana dua sisi uang logam, saling mendukung dan saling melengkapi, layaknya mobil dan pengendaranya.

Dan, kita semua, jika berharap sukses dalam hidup ini, harus bisa memiliki keduanya, kecerdasan hati dan kemampuan berpikir. Karena itu, robohkan penjara itu! Sekarang!

Jangan tunggu keajaiban datang untuk mengubah hidup Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar