Lelaki Paling Puisi
Aku, lelaki paling sepi, menyelam ke perut
laut. Memetik ingatan mencari kenang yang dulu
karam di cangkang karang. Mengeruk arus. Menandai
wajah ibu: Ada rindu terdampar di pantai. Berkali-kali. Hari ini,
kubangun rumah pasir. Membayangkan Ibu duduk tenang di salah
satu lengang ruang, menyulam rabuk perahu yang lapuk ditulah usia.
Tapi gelombang selalu menyapu rumah itu, bahkan sebelum aku usai
memasang atapnya.
Aku, lelaki paling puisi, melepas matahari ke rahim
laut. Tak ada lagi senja atau camar yang riang mengajak pulang.
Sepanjang siang aku menjala kenangan: Ibu, dulu dirimbun bakau,
aku selalu membuang risau. Sekarang, sunyi: Menghitung sesak.
Bogor, Agustus 2008
khrisna pabichara
Sajak ini hasil daur ulang pada tipografi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar