Rabu, 16 Desember 2009

[Artikel] Mendidik Anak dengan Cinta

Catatan: Artikel ini dimuat di Tabloid Assalamu'alaikum edisi November 2009.


MENDIDIK ANAK DENGAN CINTA
Oleh Khrisna Pabichara


SUATU ketika, seorang psikolog ternama dari Damaskus, Ma’ruf Mushthafa Zurayq, berpesan kepada kita, “Jika cinta tidak diajarkan di dalam rumah, jangan harap anak kita akan menemukannya di luar.” Pendapat itu benar adanya. Rumah adalah sekolah terfavorit untuk mencetak generasi masa depan yang tangguh. Rumah adalah universitas terbaik untuk menyiapkan intelektual gemilang di masa datang. Dan, seperti pesan Ma’ruf, mustahil menemukan generasi yang memiliki kepekaan rasa dan kecerdasan emosi yang andal, jika di rumah mereka tidak mendapatkan ‘asupan kurikulum’ yang bisa mengasah kekuatan hatinya.


Dari sanalah tulisan ini bermula. Setiap orangtua pasti berhasrat agar anaknya kelak menjadi anak cerdas yang shaleh. Kecerdasan dan keshalehan itu bukan tanggung jawab lembaga pendidikan semata. Melainkan tanggung jawab bersama, termasuk orangtua. Karenanya, setiap orangtua ‘wajib’ memiliki kemampuan; (1) mendidik, (2) mengajar, dan (3) melindungi.


Keunggulan orangtua dalam mendidik, jelas merupakan aset vital, karena setiap orangtua pasti mengetahui karakter, bisa menakar batas maksimal kemampuan, serta mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap anaknya. Ilustrasi yang bisa kita gunakan, seorang guru dalam kelas mendidik setidaknya 30-40 siswa. Setiap siswa memiliki karakter, kemampuan, dan daya serap berbeda. Tentu saja butuh kemampuan ekstra untuk mendidik siswa dengan latar beragam itu. Tapi tidak demikian halnya bagi orangtua di rumah. Dengan demikian, intensitas pertemuan, kedekatan emosional, ikatan batin yang kuat, seyogianya menjadi modal dasar dalam mendidik anak.


Hal sama berlaku dalam upaya mengajar anak. Oleh karena setiap orangtua memahami gaya dan daya serap anaknya, maka tidaklah susah untuk mengajarkan beragam ilmu pengetahuan. Jika sang anak lebih suka gaya belajar visual, langkah yang tepat tentulah dengan sesekali mengajak anak rekreasi ke kebun binatang ketimbang sibuk menjejalkan teori-teori tentang jenis-jenis hewan. Jika sang anak cenderung kinestetik, maka memberikan kesempatan ‘mencoba’ jauh lebih menjanjikan daripada memaksa mereka menggumuli angka-angka agar bisa menguasai matematika, misalnya. Jika sang anak termasuk jago menyerap bahan ajar dengan mendengarkan, tentu saja orangtua bisa mengajari anaknya lewat mendongeng atau bercerita.


Sementara itu, kemampuan melindungi, lebih condong pada kemampuan orangtua dalam memberikan “rasa nyaman” selama proses pembelajaran. Ketika anak berprestasi, penghargaan (reward) harus diberikan. Tentu saja, hadiah yang tidak berlebihan dan tidak memanjakan. Pada saat melakukan kesalahan, hukuman harus dilakukan. Bukan dalam kerangka menunjukkan kesalahan, tapi lebih pada pembiasaan “bertanggung jawab” atas segala hal yang telah dilakukan. Sehingga yang tumbuh bukanlah rasa bersalah saja, tapi sekaligus sebuah “pelajaran” untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.


Ketiga kemampuan itu—mendidik, mengajar, dan melindungi—adalah sarat mutlak yang harus dimiliki setiap orangtua. Namun, ketiga kemampuan itu akan semakin dahsyat jika kita melakukannya dengan sepenuh cinta. Ya, hanya dengan cinta, bukan pemaksaan kehendak, yang mampu mewujudkan impian mencetak anak sejati, generasi sejati. Dan, kita tidak akan menjadi “manusia sejati”, jika pada masa kanak-kanak kita tidak pernah menjadi “anak sejati”.


Karena itu, mari mendidik anak dengan cinta. Bukan karena desakan ambisi agar anak kita kelak menjadi “ini” atau “itu”.


Khrisna Pabichara,
Sastrawan dan motivator pembelajaran, bermukim di pinggiran Jakarta

4 komentar:

  1. salam, bang khrisna pabicara :) selain posting2nya keren, wajah blognya juga keren. apalagi tampang sang pemilik blognya, lebih keren lagi! sip, sukses selalu, bang!

    BalasHapus
  2. Hehehe, terima kasih, Sobat. Titik Nol juga hebat. Jadi kita sama-sama hebat?

    Hehehe...

    BalasHapus
  3. bang krisna,artikelnya bagus,bisa saya jadikan referensi untuk mendidik anak.trims bang.

    BalasHapus